Skip to main content

[Gig Review] (A Half Look Through) Road to Big Sound Fest

Beberapa bulan lalu, masa-masanya Blur dan The Temper Trap confirmed buat Big Sound Fest, sempet simpang siur kabar kalo The Kooks juga bakal perform di Big Sound Fest, sampe jadi trending malah. Terus tiba-tiba SoundRhythm announce kalo taun ini The Kooks ngga bisa ikut meramaikan Big Sound...which bikin gue ngomel-ngomel gara-gara di PHPin :" Anyway, beberapa hari setelahnya, SoundRhythm announce lagi kalo ternyata The Kooks beneran ke Jekardah tapi di event yang namanya Road to Big Sound Fest ini. Ya meskipun agak disayangkan juga nggak digabung aja, karena kalo line-up Big Sound beneran ditambah The Kooks, jelas bakal jadi indie fest paling happening, ever!

Jadi meskipun dari sejak di announce gue udah heboh-heboh, karena sibuk ujian-ujian dan lebih fokus sama Bloc dan Sigur Ros, akhirnya sempet lupa sama konser ini dan baru inget H-2 hahaha. Akhirnya pas hari H, gue dan Acid spontaneously dateng beli tiket ots dan baru sampe jam 8-an, karena kita emang cuma mau liat The Kooks.

Yang perlu diapresiasi dari panitia RoadtoBigSoundFest, SoundRhythm, dan DyandraEnt adalah ketepatan rundown acara sama tentative rundown yang udah di tweet di acc twitter mereka sehari sebelumnya. Dibanding sama konser terakhir yang gue datengin, Bloc Party (Ismaya), itu ngaretnya sama rundown udah supermegaultra banget lah. Meskipun gue ngga tau sih dari open gate dan dua line-up awal (Payung Teduh dan Radio Dept) udah setepat itu atau ngga, yang jelas begitu gue dateng itu Delphic udah mulai dan juga selesai tepat waktu. Keamanan juga kayaknya mulus-mulus aja, dan sistem masuk ke venue-nya juga jelas dan rapi, pokoknya semuanya mulus deh.

Dengan berbekal excitement khusus untuk The Kooks, begitu masuk ke venue langsung disambut sama musik danceable-nya Delphic dan vokal british kental dari vokalis yang mukanya kayak orang arab (gapenting). Jujur gue bener-bener ngga tau Delphic itu apa, mending Radio Dept deh sempet nonton di Coachella, but they did steal my attention. Terutama vokalisnya yang gayanya kocak abis, yang sampe sekarang belom gue gugel namanya siapa. They're damn great anyway, since I'm always a big fan of indie-electro music, I did enjoy all of their songs. Emang awalnya gue ada di bagian belakang penonton yang sepertinya sama-sama ngga ngerti-ngerti amat sama Delphic, tapi begitu gue maju pelan-pelan ke bagian crowd yang lebih padet dan seru, vibe-nya dapet banget.

Delphic kelar, waktunya Luke dan kawan-kawan! Di bagian tengah front row -di sekitar gue- penuh sama cewe-cewe seumuran gue yang sama-sama teriak-teriak nama Luke pas masih soundcheck dan sama-sama bisik-bisik ke temen terdekat begitu ada bule ganteng nyetem gitar di tengah panggung hahaha. Seriously, di front row itu gender cowok bisa diitung pake jari deh, dan di momen ini gue baru sadar kalo ternyata fansnya The Kooks kebanyakan cewe ya... Silahkan bayangkan histeria yang terjadi di sekitar saya begitu Luke naik panggung. Yang lucu dari Luke malam itu adalah dia pake kemeja putih yang in a way terlihat kayak baju koko, dan dari kantongnya menyembul entah-anduk-entah-apa yang keliatannya kayak sajadah kecil, seriously ga boong.

Sesuai sama bocoran setlist mereka di Capetown, gig terakhir sebelum di Jakarta, openingnya sama-sama Ooh La. Man...akhirnya man, that cutest british accent, live! Setlist mereka kemaren menurut gue juga keren banget, karena nggak berat cuma di album terbaru aja, puas banget deh. Dan dengan seobjektif mungkin bagi gue emang Luke yang steal the whole show, doi yang nguwasain panggung in a way a frontman shud be. Bisa mendadak unyu berat pas Sway dan Seaside, atau mendadak sok sensual buka-buka kancing pas bagian "I'm a man and I can be so obscene" di Always Where I Need to Be (damn Luke, why didn't you just take off that shirt??) dan gaya-gaya (kalo kata Acid) sok erotis di intro-nya Do You Wanna. Aduh pokoknya epic banget lah kemaren.

Best part bagi gue tetep Seaside karena emang itu lagu The Kooks yang paling merasuk emotionally selama ini, rasanya dibawain live tuh bener-bener merinding dari lengen sampe leher, kalo aja cewek-cewek sekitar gue bisa berhenti histeris bentar dan gue dapet momennya bisa-bisa sampe nangis tuh kemaren... Dan jangan lupa Sway! Shit lah bikin histeris banget sampe pengen garuk tanah. She Moves in Her Own Way, Naive, Always Where I Need To Be, Junk of the Heart, sukses bikin lovestruck dan histeris. Terus yang plus-nya lagi adalah semua lagu The Kooks sing-along-able banget jadi crowdnya bener-bener seru kayak di Do You Wanna, See The World, No Longer, Shine On, ah semua lagu dah capek nyebutnya (lah). Pokoknya if you're a fan of this band and failed to see them yesterday, lo bener-bener rugi. Lighting oke, crowd seru, full band flawless dan harmonis banget, sound juga mulus palingan cuma pas Ooh La mic-nya Luke suaranya ga kedengeran, overall: DOPE.

Terakhir, entah emang karena kecanduan gue akan Bloc Party lebih besar daripada The Kooks, atau karena Bloc Party punya nilai plus di segala aspek kecuali penyelenggara acara, atau santet pada jeans-super-pendek Matt Thong yang nggak pernah dicuci selama SEA tour, euphoria Bloc Party masih belum terkalahkan.

PS: Terimakasih Acid sebagai partner paling setia guilty pleasure ditengah-tengah superintensif ({})

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa saya tidak boleh merasakan apa yang saya rasa Kenapa saya harus bungkam ketika kata memaksa untuk mengalir Kenapa saya harus memiliki keberterimaan yang tidak pernah mampir Kenapa saya harus ada ketika ingin tiada Kenapa saya Harus Kenapa

Svo Hljótt (So Quiet)

Bahasa kesunyian, interpretasi rasa menjadi bahasa tanpa rambatan frekuensi gelombang suara. Meskipun hingar bingar dan kegegapgempitaan kota yang setia melatari kita, tapi lewat itu perasaan kita beresonansi, lewat kesederhanaan yang ditimbulkan sepi. Karena tak perlu kata, ketika kita saling menatap, dan ada janji yang mengikat dari percikan cahaya matamu. Tak usah juga lampu warna-warni yang menyirami jiwa kita dengan segudang omong kosong tentang masa depan dan kefuturistikan yang banal, ketika cahaya-cahaya monokromatik menyelimuti kita dengan kesederhanaan dan kedamaian tanpa sedu-sedan. Kamu bernyanyi pada satu purnama, membawakan kesunyian dengan begitu khidmat, yang bukannya sepi yang mencekik -tapi sepi yang tertuang harapan, yang seakan berbisik kepada hati. Kemudian ketika pada akhirnya nanti kita terjebak pada gonggongan dan ratapan yang disuguhkan realita, kamu berpesan, agar selalu mendengarkan pesan yang dilantunkan kesunyian. (Svo Hljótt adalah judul lagu Si...
Siang ini saya membuang memori saya keluar jendela. Dibalik tembok kamar saya ini tidak ada tempat sampah maupun pemulung yang mau repot-repot membawa pergi, menanggung beban yang saya harap saya sendiri mampu memikul. Jadi begitulah, dibalik jendela berukuran sedang yang jernih ini, saya masih bisa melihat serpihan masa lalu maupun angan-angan yang saya bangun setengah mati itu, tergeletak begitu saja, menjadikannya memori-memori baru tentang memori itu sendiri. Jendela ini seakan seperti kaca yang membatasi objek museum, bedanya memori itu entah kenapa tidak mau berjejer rapi dan memilih berjubel, seakan tidak mau dipisahkan satu sama lainnya. Saya bisa saja menutup jendela saya dengan tirai, tapi lagi, saya akan tetap tau mereka menunggui saya di sana. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Love Like a Sunset, Pt.II - Phoenix (Day 2 - Song with number on the title)

Salah satu lagu favorit gue sepanjang masa! Lagunya ngga sampe 2 menit karena lanjutan dari Love Like a Sunset, Pt.I yang lebih panjang. Ini kalo dibawain live kedua lagu tersebut indahnya ga karuan. Lebih suka part kedua karena membawakan emosi kelemahan gue, yang adalah acceptance . Musiknya melankolis dengan tetap terasa hopeful dan ga menye-menye. Pesannya juga sangat indah dan efektif disampikan dalam 1 menit 46 detik tersebut: [Verse 1] Acres A visible horizon Right where it starts and ends Oh, when did we start the end? [Verse 2] Acres A visible illusion Oh, where it starts, it ends Love like a sunset Di verse pertama, sunset diceritakan sebagai awal dari suatu akhir; alias lah kok tiba-tiba udah mau selesai hubungan ini?! Kemudian di verse kedua langsung masuk ke fase berterima, bahwa hal yang dimulai pasti akan berakhir juga. Bagi gue lagunya menggambarkan relationship / perasaan yang indah banget tapi cuma sebentar -dan masih indah until the very end. Jadi inget pernah dapet...

(Another) Year End Post

"Don't cry because it's over, smile because it happened." Bleh. That's probably one of the most over-tweeted cliche-teenage-phrase that I've ever read. Terlalu optimis kadang malah bikin segalanya terdengar lebih pathetic, be true sedikit lah, lo mau tersenyum atas berakhirnya hidup seseorang karena, "yaa untung lah dia pernah idup :)"? Oke terlalu ekstrim, but you got the point. 'Tho, too pesimistic isn't a good thing either. Solusinya? Ada yang bilang jangan selalu melihat ke belakang, tapi tetap aja -mengutip Sarah Deshita lewat omnibus Memoritmo-  what kind of heart doesn't look back ? That's super true. But in my own case people wud say to me, "what kind of person always looks back?!" Hahaha. Berhubung udah tanggal 30, just like what I always did, I decided to post some recount about what had been going on this past 11 months. Karena di akhir adalah waktu paling lazim dan normal untuk melihat ke belakang (alibi). T...

Triple Local Heroes

WHAT IS UP PEOPLE Beneran nanya. Akhir-akhir ini satu-satunya yang gue kenal lebih baik adalah langit-langit kamar gue. Tiap hari cuma tidur, solat, mandi, buka puasa, refresh timeline, refresh path, ngalor-ngidul di youtube, discovering bandcamp, BIRP, liat langit-langit, tua di jalan gara-gara macet parah tiap memenuhi undangan bukber, dan mengosongi dompet dengan acara bukber yang lama-lama harusnya namanya diganti "raping your own wallet in ramadhan bersama". Welcome to my miserable jomblo  life. Dan setai apapun rutinitas not-so-called liburan panjang ini, gue lebih baik tetap menatap langit-langit kamar sambil dengerin playlist menye-menye dan berharap waktu melambat daripada hidup gue di fastforward ke...The Day. It's H-16 to completely living on my own peeps wuddup! "Nggak posting tentang ketakutan H-16 tisy?" Ada waktunya kawan, ada waktunya. Jadi kalo males banget liat curhatan rutin gue tentang kehidupan, sebaiknya jangan buka blog gue dalam satu m...

That WTF Post

Besok travel paling pagi but now my eyes just won't close. I'm sleepy but not-so-sleepy to sleep and, as always, there's too many thoughts weighing my shoulder. I'm in a big crisis of trusting people. Lame. It's like my own life is bailing on me since I moved to Bandung... Nothing goes my way and people just won't stop jerking out. I know it all started from those broken promises back at my very first day in Bandung, then I learn to stop giving a fuck about it and start building trusts and hopes to new people and new life--but then it brought me here; to the even lower point of having faith on everything except God. I just want some normal life where I don't have to be surrounded with bunch of audhsjfnsdjgrjr. I'm tired, okay. I'm so furious I don't know where to invest this anger I just feel like Ii'm going to burst into tears but then it'll be too weird GAHHH WTF WORLD. This world is full of bullshit. And your shit. And yours and...

Somebody that I used to know?

God I can't imagine I just titled my blog post with that Gotye's punchline like some insecure adolescent on twitter that refers to their ex or sumthin. I don't even have an ex nor boyf. Okay so that's the difference. I can't believe myself that cliché phrase is somehow meant a thing to me. -_- Senin dua minggu lalu -jangan tanya kenapa gue sampe inget waktunya- abis capek-capek kejebak macet pulang dari inten dan buka di jalan, pas makan malem, kayak biasa keluarga gue yang cerewet ngobrol terusss. Dan seperti biasa juga topik nggak jauh-jauh dari temen-temen gue / kakak gue. Yang gak biasa? Hari itu nyokap nanyain sesuatu tentang temen lama, yang -for heaven's sake- gue gatau kabarnya sama sekali sekarang. Gue bete, karena pertanyaan nyokap simpel dan general, tapi gue nggak bisa jawab selain ngomong "tau deh." Kayak semacam abg labil gue minggat dari meja makan secara smooth, nggak lari dengan dramatis (padahal ga ada yang peduli juga tis). Abis so...

Album Reviews [Combo Pack]

I'm back on the deck, hurrah! I'm so missing myself writing a proper readable post, the less-curhat less-sok-poetic post, even 'tho I'm not sure people are even into my music shits...but it feels good to be back on the deck!(?) These are my reviews of not-so-new-released albums that I listen to (not so) recently, ujian and college stuffs really took that much of my time-_- I wish I can come out with fresh recommendations but this is just all I have, here it goes, enjoy! The Temper Trap -  Acoustic Sessions EP Sepertinya The Temper Trap berhasil menemukan formula untuk menelurkan album yang flawless dan sangat pas: make it an EP (nggak sesimpel single dan nggak sepanjang LP) consists of six acoustic version of their best songs, here's when things couldn't go wrong. Sewaktu jaman intensif Inten, kerjaan gue kalo di rumah emang suka curi-curi waktu buat hal nggak penting yang bahkan di waktu luang aja nggak pernah gue lakuin, kayak randomly buka iTunes dan me...

Bandcamp Discoveries

 Just discovered some awesome new music on bandcamp's discover tab, check it out! Dances by Larrapin No Wonder I (single) by LAKE Grapell by Grapell Arbor Lights by Arbor Lights In The Future by Architecture in Helsinki Strange Range by The City and Horses Desire (願う) - R E M I X E S by spazzkid Nothing Lasts Long EP by Painted Palms