Skip to main content

Di Puncak Bukit yang Berduri

Udah sembilan hari tepatnya sejak hari terakhir gue pake seragam SMA, seharusnya kalimat ini bisa lebih dramatis dengan kata-kata "terakhir pake putih abu-abu" tapi sayangnya seragam terakhir yang gue pake adalah seragam batik biru dan rok putih -oke gapenting. Satu-satunya alasan gue belom meracau tentang nostalgia masa SMA setelah hari terakhir sekolah adalah karena, ya, it's too melancholic, too precious, too complicated to be turned into words. Damn. Oh, dan tentunya perasaan itu udah mulai reda setelah puncaknya adalah h-3 UN dan kemudian mesti fokus sama UN dan ljk abalannya jadi kesentimentalan yang meradang di sela-sela belajar tengah malam itu berangsur-angsur hilang. Biarpun gitu, kadang-kadang masih suka bengong dan bertanya-tanya, semuanya beneran udah kelar? (Bukan, bukan, kalo belajar, tryout, dan tes, jelas belum selesai).

Waktu, sama sekali bukan hal yang kita punya secara pribadi, atau sesuatu yang dosis dan kecepatannya bisa kita tentukan seenak jidat. Waktu juga bukan sesuatu yang diperjualbelikan, dan untungnya, waktu bukan nyawa dan harta kayak di film In Time -or that wud be super scary. Itu berarti waktu terus berjalan, dan cuma melambat atau mencepat akibat relativitas perasaan (atau relativitas einstein kalo lo lagi iseng mau naik pesawat berkecepatan cahaya). Waktu dan hidup terus berjalan, ga peduli kita siap atau nggak, awal dan akhir akan selalu kita hadapi di hidup ini secara terprediksi atau nggak. Taelah ngomong apaan gue, you got my point lah. Intinya, kayak sekarang ini, saat gue dan semua anak kelas 12 dihadapin sama akhir perjalanan dan pilihan-pilihan yang nggak bisa menunggu di lain waktu. Dan waktu sekarang ini bagi kita, adalah titik tolak dimana kita dituntut buat jadi dewasa.

Kembali lagi tentang SMA, sejujurnya gue bingung mulai dari mana ye enaknya. Berakhirnya masa SMA bagi gue sama aja kayak berakhirnya masa remaja, ya meskipun setelah wisuda nanti gue nggak tiba-tiba jadi wanita dewasa juga sih... Tapi dari observasi gue kayaknya masa kuliah beneran harus ninggalin segala ke-childish-an dan kelabilan ala abg SMA wkakaka. Nggak bisa ngautis lagi di kelas, atau terus-terusan niruin cartoonic backsound lagu-lagunya passion pit, atau manja dan needy sama temen, atau kelamaan jomblo (loh). My bro told me that college is more like an individualistic thing, and one of my certain friend looked so busy with his college stuffs and barely have time for himself. That visualization of college life kind of scared me, yet, I know that I need to be prepared and just face whatever it brings.

Masa SMA gue jauh dari harapan yang gue bawa tiga tahun lalu di langkah pertama gue masuk gerbang, harapan yang diadaptasi dari doktrin film AADC sejak entah TK entah SD -dan untungnya gue gapernah nonton HSM dan berharap ada adegan nyanyi-nyanyi in every single step. Sesungguhnya cowok kayak Rangga itu nggak ada di 8 guys, meskipun Nicsap alumni 8, tapi selama tiga taun ini nggak ada yang pernah gue liat cowok jago bikin puisi/slash/calon suami yang baik. I was joking okay, bahkan aadc fever baru kembali pas kelas 11 smt.2. Anyway, iya masa SMA gue nggak seheboh film remaja, serial tv, atau teenlit apapun, tapi yang jelas semua hal paling penting pada masa remaja gue ini dan menjadikan gue menjadi Tisya yang sekarang ini semuanya terjadi di SMA. No hoax. Semua berkat orang-orang -entah baru, entah stok lama- yang selalu ada di sekitar gue dan menjadi guru yang baik dalam kehidupan, dan kejadian-kejadian juga masalah-masalah -entah kecil, entah besar- yang selalu ada silver lining dan life lesson-nya.

Tentang rindu, saya pastinya akan rindu semua hal, sekecil apapun itu. Kangen salim sama my lovely satpam pak warno dan kalimat "pagi nak, sehat, sukses, lulus"-nya tiap pagi, kangen salim sama bapak gue sendiri sebelum turun dari mobil, kangen semua jajanan, kangen mbak may dan bapak fotocopy, bahkan kangen rangkaian panjang pulang naik ojek-busway-angkot-ojek, kangen senam terutama latiannya!!, kangen Takitri jangan lupa, dan pastinya kangen kalian semua; 2013, xii-ipa-a, xi-ipa-i, xb, mesis, bitch-bitch kesayanganku yang gausah disebut juga udah paham, kangen toilet inter, kangen guru-guru, kangen kekejaman kader, kangen tesis-ldka-pesantren, kangen cabs ke uks, kangen diomelin bu ferry sampe mewek, kangen suting sinem, kangen fb8 asc, weleh I'll miss every single detail of my highschool life, nggak cuma kegiatan sekolah yang gue mention di atas, semua hal sama temen-temen SMA di luar itu malah sepertinya lebih ngangenin. Dan perlu diakui di sini adalah kalo gue nyesel selama ini kurang aktif berorganisasi dan cuma fokus sama takitri-nya aja...tapi tetep aja entah kenapa gue sayang banget sama takitri, sepertinya karena itu media pertama yang mau mempublish tulisan gue .-.

Perlu digaris bawahi juga teman-teman, tiga tahun mendaki yang namanya bukit duri ini beneran serasa berduri, I mean, it was a real rough journey we had back then right? Dan perjalanan itu bener-bener penuh emosi, dari nangis sedih, nangis kecewa, terharu, ngakak, senyum lega, jatuh cinta (ew 4l4y b9dh), stres, bahagia, gila, and some unexplainable feelings. Tapi di sini lah kita sekarang, di puncaknya, kemudian kita bakal ngelanjutin mendaki gunung-gunung lain yang lebih tinggi dan berbeda :') Terimakasih, SMA 8, atas jasa-jasa dan life lessons yang sangat berharga selama ini.

Yah pada akhirnya saya gagal nulis hal bermutu dan melankolis tentang ini huft... Apa karena terlalu banyak yang sebenernya perlu dibahas? Alibi. Dan dalam 15 menit #Live2012Party akan dimulai sodara-sodara.

Sekarang waktunya kita belajar mati-matian di bimbel masing-masing dan kejar mimpi kita! Best of luck 8'2013 :)

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa saya tidak boleh merasakan apa yang saya rasa Kenapa saya harus bungkam ketika kata memaksa untuk mengalir Kenapa saya harus memiliki keberterimaan yang tidak pernah mampir Kenapa saya harus ada ketika ingin tiada Kenapa saya Harus Kenapa

Svo Hljótt (So Quiet)

Bahasa kesunyian, interpretasi rasa menjadi bahasa tanpa rambatan frekuensi gelombang suara. Meskipun hingar bingar dan kegegapgempitaan kota yang setia melatari kita, tapi lewat itu perasaan kita beresonansi, lewat kesederhanaan yang ditimbulkan sepi. Karena tak perlu kata, ketika kita saling menatap, dan ada janji yang mengikat dari percikan cahaya matamu. Tak usah juga lampu warna-warni yang menyirami jiwa kita dengan segudang omong kosong tentang masa depan dan kefuturistikan yang banal, ketika cahaya-cahaya monokromatik menyelimuti kita dengan kesederhanaan dan kedamaian tanpa sedu-sedan. Kamu bernyanyi pada satu purnama, membawakan kesunyian dengan begitu khidmat, yang bukannya sepi yang mencekik -tapi sepi yang tertuang harapan, yang seakan berbisik kepada hati. Kemudian ketika pada akhirnya nanti kita terjebak pada gonggongan dan ratapan yang disuguhkan realita, kamu berpesan, agar selalu mendengarkan pesan yang dilantunkan kesunyian. (Svo Hljótt adalah judul lagu Si...
Siang ini saya membuang memori saya keluar jendela. Dibalik tembok kamar saya ini tidak ada tempat sampah maupun pemulung yang mau repot-repot membawa pergi, menanggung beban yang saya harap saya sendiri mampu memikul. Jadi begitulah, dibalik jendela berukuran sedang yang jernih ini, saya masih bisa melihat serpihan masa lalu maupun angan-angan yang saya bangun setengah mati itu, tergeletak begitu saja, menjadikannya memori-memori baru tentang memori itu sendiri. Jendela ini seakan seperti kaca yang membatasi objek museum, bedanya memori itu entah kenapa tidak mau berjejer rapi dan memilih berjubel, seakan tidak mau dipisahkan satu sama lainnya. Saya bisa saja menutup jendela saya dengan tirai, tapi lagi, saya akan tetap tau mereka menunggui saya di sana. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Love Like a Sunset, Pt.II - Phoenix (Day 2 - Song with number on the title)

Salah satu lagu favorit gue sepanjang masa! Lagunya ngga sampe 2 menit karena lanjutan dari Love Like a Sunset, Pt.I yang lebih panjang. Ini kalo dibawain live kedua lagu tersebut indahnya ga karuan. Lebih suka part kedua karena membawakan emosi kelemahan gue, yang adalah acceptance . Musiknya melankolis dengan tetap terasa hopeful dan ga menye-menye. Pesannya juga sangat indah dan efektif disampikan dalam 1 menit 46 detik tersebut: [Verse 1] Acres A visible horizon Right where it starts and ends Oh, when did we start the end? [Verse 2] Acres A visible illusion Oh, where it starts, it ends Love like a sunset Di verse pertama, sunset diceritakan sebagai awal dari suatu akhir; alias lah kok tiba-tiba udah mau selesai hubungan ini?! Kemudian di verse kedua langsung masuk ke fase berterima, bahwa hal yang dimulai pasti akan berakhir juga. Bagi gue lagunya menggambarkan relationship / perasaan yang indah banget tapi cuma sebentar -dan masih indah until the very end. Jadi inget pernah dapet...

(Another) Year End Post

"Don't cry because it's over, smile because it happened." Bleh. That's probably one of the most over-tweeted cliche-teenage-phrase that I've ever read. Terlalu optimis kadang malah bikin segalanya terdengar lebih pathetic, be true sedikit lah, lo mau tersenyum atas berakhirnya hidup seseorang karena, "yaa untung lah dia pernah idup :)"? Oke terlalu ekstrim, but you got the point. 'Tho, too pesimistic isn't a good thing either. Solusinya? Ada yang bilang jangan selalu melihat ke belakang, tapi tetap aja -mengutip Sarah Deshita lewat omnibus Memoritmo-  what kind of heart doesn't look back ? That's super true. But in my own case people wud say to me, "what kind of person always looks back?!" Hahaha. Berhubung udah tanggal 30, just like what I always did, I decided to post some recount about what had been going on this past 11 months. Karena di akhir adalah waktu paling lazim dan normal untuk melihat ke belakang (alibi). T...

Triple Local Heroes

WHAT IS UP PEOPLE Beneran nanya. Akhir-akhir ini satu-satunya yang gue kenal lebih baik adalah langit-langit kamar gue. Tiap hari cuma tidur, solat, mandi, buka puasa, refresh timeline, refresh path, ngalor-ngidul di youtube, discovering bandcamp, BIRP, liat langit-langit, tua di jalan gara-gara macet parah tiap memenuhi undangan bukber, dan mengosongi dompet dengan acara bukber yang lama-lama harusnya namanya diganti "raping your own wallet in ramadhan bersama". Welcome to my miserable jomblo  life. Dan setai apapun rutinitas not-so-called liburan panjang ini, gue lebih baik tetap menatap langit-langit kamar sambil dengerin playlist menye-menye dan berharap waktu melambat daripada hidup gue di fastforward ke...The Day. It's H-16 to completely living on my own peeps wuddup! "Nggak posting tentang ketakutan H-16 tisy?" Ada waktunya kawan, ada waktunya. Jadi kalo males banget liat curhatan rutin gue tentang kehidupan, sebaiknya jangan buka blog gue dalam satu m...

That WTF Post

Besok travel paling pagi but now my eyes just won't close. I'm sleepy but not-so-sleepy to sleep and, as always, there's too many thoughts weighing my shoulder. I'm in a big crisis of trusting people. Lame. It's like my own life is bailing on me since I moved to Bandung... Nothing goes my way and people just won't stop jerking out. I know it all started from those broken promises back at my very first day in Bandung, then I learn to stop giving a fuck about it and start building trusts and hopes to new people and new life--but then it brought me here; to the even lower point of having faith on everything except God. I just want some normal life where I don't have to be surrounded with bunch of audhsjfnsdjgrjr. I'm tired, okay. I'm so furious I don't know where to invest this anger I just feel like Ii'm going to burst into tears but then it'll be too weird GAHHH WTF WORLD. This world is full of bullshit. And your shit. And yours and...

Somebody that I used to know?

God I can't imagine I just titled my blog post with that Gotye's punchline like some insecure adolescent on twitter that refers to their ex or sumthin. I don't even have an ex nor boyf. Okay so that's the difference. I can't believe myself that cliché phrase is somehow meant a thing to me. -_- Senin dua minggu lalu -jangan tanya kenapa gue sampe inget waktunya- abis capek-capek kejebak macet pulang dari inten dan buka di jalan, pas makan malem, kayak biasa keluarga gue yang cerewet ngobrol terusss. Dan seperti biasa juga topik nggak jauh-jauh dari temen-temen gue / kakak gue. Yang gak biasa? Hari itu nyokap nanyain sesuatu tentang temen lama, yang -for heaven's sake- gue gatau kabarnya sama sekali sekarang. Gue bete, karena pertanyaan nyokap simpel dan general, tapi gue nggak bisa jawab selain ngomong "tau deh." Kayak semacam abg labil gue minggat dari meja makan secara smooth, nggak lari dengan dramatis (padahal ga ada yang peduli juga tis). Abis so...

Album Reviews [Combo Pack]

I'm back on the deck, hurrah! I'm so missing myself writing a proper readable post, the less-curhat less-sok-poetic post, even 'tho I'm not sure people are even into my music shits...but it feels good to be back on the deck!(?) These are my reviews of not-so-new-released albums that I listen to (not so) recently, ujian and college stuffs really took that much of my time-_- I wish I can come out with fresh recommendations but this is just all I have, here it goes, enjoy! The Temper Trap -  Acoustic Sessions EP Sepertinya The Temper Trap berhasil menemukan formula untuk menelurkan album yang flawless dan sangat pas: make it an EP (nggak sesimpel single dan nggak sepanjang LP) consists of six acoustic version of their best songs, here's when things couldn't go wrong. Sewaktu jaman intensif Inten, kerjaan gue kalo di rumah emang suka curi-curi waktu buat hal nggak penting yang bahkan di waktu luang aja nggak pernah gue lakuin, kayak randomly buka iTunes dan me...

Bandcamp Discoveries

 Just discovered some awesome new music on bandcamp's discover tab, check it out! Dances by Larrapin No Wonder I (single) by LAKE Grapell by Grapell Arbor Lights by Arbor Lights In The Future by Architecture in Helsinki Strange Range by The City and Horses Desire (願う) - R E M I X E S by spazzkid Nothing Lasts Long EP by Painted Palms