Meskipun album 6 Feet Beneath The Moon udah di-release dari tahun 2013, di hidup gue Baby Blue malah jadi soundtrack jaman-jaman ngerjain TA, lebih tepatnya setelah geng wisuda April udah pada cabut.
Bulan-bulan Maret-Juni 2018 adalah masa transisi gue mencari teman buat ngerjain TA bareng karena teman-teman yang biasa coffee shop hopping buat ngerjain TA bareng lulusnya April semua hiks. Di masa-masa itu lah diperkenalkan Patih sama the luxury of berproduktif di Grind Joe (coffee shop di bawah hotel Moxy): sepi, kursi ergonomis, pencahayaan oke banget, kopi enak, adem (kadang terlalu dingin), internet decent, dan yang terpenting playlist-nya bagus! Playlist bagus yang dimaksud adalah lagu-lagu chill lo-fi hiphop yang sangatlah hyped pada masa tersebut; Mac Ayres, FKG, Honne, Tom Misch dkk -surprisingly emang cocok banget buat backsound produktif. Kemudian karena playlist di Grind Joe lama-lama terasa terlalu berulang, gue berinisiatif membuat extended playlist-nya di Spotify. Salah satu lagu tambahan yang gue masukkan ya si Baby Blue ini, ga ada alasan khusus selain sesuai aja gitu vibe-nya.
Di luar itu, masa-masa tersebut adalah penanda beberapa hal personal bagi gue. Bukan cuma kehilangan peer seperjuangan TA juga baru banget putus dari a 4-year-relationship, teman kosan juga udah ga ada sama sekali, dan teman-teman sebimbingan yang tersisa tinggal Fakhri (yang sukanya ne-a di rumah). So after years of having people around me most of the time, I spent most of those days alone. Meskipun ada Patih si penunggu Grind Joe, intensitas doi produktif di luar juga ngga setinggi gue karena targetnya lulus Oktober.
Most of the time it was just me, caffeine, my drafts, and that playlist.
Karena hobi gue emang coffee shop hopping, jadinya ngga ada masalah sama sekali tuh ne-a sendirian di berbagai coffee shop. Sampai akhirnya bulan puasa datang, langsung kocar kacir karena gabisa ngopi siang-siang dan workstation di kosan bisa dibilang non-existent. Untung punya orang tua super baik (baik atau gemes anaknya ga lulus-lulus), dan mau nyewain apartemen dengan workstation decent selama dua minggu. Jadilah workstation bernuansa coffee shop bisa diciptakan lagi minus the coffee hahaha.
Looking back, it was the toughest and loneliest period of my college life. Pressure ngejar deadline sidang sangat tinggi plus nggak punya support system yang mumpuni. Tapi setelah melalui itu semua dan dengerin Baby Blue lagi, surprisingly yang muncul memori-memori yang menyenangkan aja loh! Top of mind tiap denger lagu ini adalah momen malem-malem mau tidur di apartemen abis beres bimbingan sore harinya, bobo pake AC (biasanya di kosan kan pake kipas angin), very comfortable bedding, dan di-nina-bobo-in sama suara Archy dengan echo tipis-tipis yang terasa sangat dream-like di lagu ini (not to mention the very soothing guitar loop!). Ultimate zen moment.
Meskipun lagunya sebenernya mesra, tapi karena lagi ga romantically involved sama siapapun waktu itu, Baby Blue malah jadi personal banget kayak comfort song untuk diri gue sendiri. Manis lah pokoknya kalau meningat momen kesendirian yang ternyata nyaman banget itu. Once you’ve gone through such things, ternyata bisa-bisa aja terlalui dan nggak seburuk premis dari keadaan itu sendiri kok. I’m glad that it has turned into a wholesome memory instead of a traumatic one now.
Terima kasih Archy sudah menemani aku sampai akhirnya lulus!
Comments
Post a Comment