Skip to main content

Batas dan Tanpa Batas

Kita manusia paling benci dikotak-kotakin, dihalangin sekat, ditahan sama label batas di sana sini. Pokoknya sekali ada batasan, pasti pengennya dilanggar, mulai dari sesepele bikin fake id biar lolos konser 18+ sampe hampir sinting bikin God particle padahal Tuhan udah bilang nggak boleh nyama-nyamain diri sama Tuhan. Tapi kita takut sama semua hal yang nggak berujung, cuma vampir dan orang gila yang mau immortal, dan jalan yang kita nggak tau ujungnya apa adalah mimpi buruk. Pernah ada temen yang cerita tentang mimpinya, di mimpi itu dia terbang, seakan-akan Newton selama ini salah kaprah tentang gravitasi, dan langit nggak ada ujungnya. Gue inget mimpi gue yang kurang lebih sama, bedanya gue jatuh, ke empty space yang sama aja nggak ada ujungnya, ngga ada batas. Untungnya dalam hal ini masih ada batas: realita.

Sesungguhnya prolog dan judul postingan ini cuma tipu muslihat belaka, saudara-saudara. Pada akhirnya postingan ini akan bermuara pada topik kegalauan abg labil 2013: perubahan. Cieee yang bentar lagi lulus dan pisah sama temen-temennya terus sibuk di jurusan masing-masing, terus lulus, terus kerja, terus nikah. Kalo kata John Mayer sih mendingan stop this train, I wanna get off and go home again, I can't take the speed it's moving in :'').

Perubahan dari kacamata anak 16 tahun ini adalah satu-satunya hal yang nggak ada batasnya, it seems like that nothing is certain except the uncertainty itself. Kalo mikirin gimana hal-hal nantinya berubah dari hidup yang gue tau sekarang, rasanya kayak mimpi jatoh ke empty space itu, absurd dan bikin merinding. Sebenernya yang memicu postingan ini adalah perenungan siang setelah Inten spirit day bersama salah satu sahabat terlama gue, Acid, yang abis nonton Perahu Kertas terus tiba-tiba galau gara-gara udah mau kuliah. Wakaka mampus kartu lu gue buka di sini. Meskipun ended up jadi gue si melankolis ini yang berkaca-kaca.

Sebenernya agak terharu setiap kali liat nyokap-bokap kerjaannya nongkrong sama geng SMAnya kalo hari sabtu atau liburan bareng-bareng di saat anak-anaknya ujian (gondok juga sih ye kita capek-capek belajar). Gue mau friendship that lasts forever kayak gitu, atau kayak film Arisan, atau Friends, atau How I Met Your Mother, dimana bukan perubahan yang nggak ada batasnya, tapi malah pertemanan itu sendiri. Asoy banget kan.

Dalam belasan taun gue idup, people come and go like seasons change, nggak terhitung berapa kali gue plangaplongo mikirin kemana a certain person pergi dari hidup gue dan kenapa. Dua yang terbesar adalah: sahabat pertama gue dari sebelum playgroup mulai sampe waktu itu gue aksel dan SMP duluan, sebenernya kita masih suka main sampe gue kelas 8 dan pindah rumah...lalu makin merenggang. BBM dan twitter bukan jawaban kayaknya, entah dia supersibuk atau gue yang sibuk, atau kita berdua, yang jelas sekarang kita cuma 'temen lama', damn I miss him so much. Terus ada lagi sahabat gue dari kelas 8 terus pas SMA dia pindah ke Aussie, awalnya sering message-messagean FB, sekarang makin gajelas aja hubungin dia kemana. Sedih. Padahal dibalik kestresan kita mikir apa yang salah dalam diri kita dan bikin orang pergi sebenernya kadang ada alasan sesimpel kesibukan, waktu, dan proses pendewasaan. Tapi seharusnya itu bukan alasan sih...sayang banget kalah sama keadaan (?)

Gue dan Acid termasuk beruntung, kita masuk SMA bareng sama temen-temen deket kita meskipun ada juga yang beda sekolah sih but most of them masuk 8, yang nggak di 8 juga tetep keep in touch kok. Tapi mungkin di situ seremnya, kita belom pernah dihadepin sama yang namanya mencar semencar-mencarnya orang masuk kuliah. Beda jurusan aja mungkin ntar berasanya kayak beda sekolah, ga tau deh bener apa ngga. Lagian kita belom tau pasti pada akhirnya ended up dimana, meskipun gue mau ITB misalnya, dan masih suka kebawa mimpi nginep di Mares sama Acid sebelum ospek di balairung hahaha :")

Tentang gimana bikin orang-orang stay sebenernya gue juga nggak tau formula pastinya, jangan lupa beberapa kali dalam hidup nama gue berubah jadi Tisya Neglected Miranda. Gue nggak akan nyalahin orang-orang yang nggak milih stay di hidup gue, mungkin gue kurang memberikan effort selama ini... Kadang yang harus kita lakukan sesimpel mengingatkan orang-orang terdekat kita kalo mereka penting buat kita. Nggak, ga perlu yang namanya berkorban waktu dan energi sedemikian rupa buat bikin mereka sadar, simply dengan inget mereka dan keep in touch atau sekedar nanya kabar di sela-sela break kesibukan kita, kalo bagi gue sih itu cukup. Apalagi gue Libra, katanya sih kita yang bertugas memberi keseimbangan di bumi eaea, agak lebay sih gue dalam menanggapi zodiak gue...tapi gue suka ngerasa kalo yang wajib menjadi buffer dan keep things in balance adalah me and my fellow libras, whatever 'tho, I love this role anyway. Jadi tanpa perlu nunggu orang gituin kita, gausah malu-malu mulai duluan. Yaelah gaperlu nulis surat cinta kok (?)

Yang bikin gue lega hari ini adalah, gue sadar kalo Acid dan diri gue sendiri takut kalo one point in our life semuanya akan berubah, dan kita serta orang-orang di sekitar kita menjauh. Kok takut malah lega? Ya seenggaknya ada rasa takut itu sendiri, rasa takut yang bisa jadi alasan kenapa kita mempertahankan sesuatu, dan sebisa mungkin menjauhkan kemungkinan yang nakutin itu. Kalo masalah perubahan emang nggak akan pernah ada abisnya dan sekali lagi harus kita lewatin di masa pendewasaan, tapi dari segala hal yang berubah itu, akan sangat menyenangkan selalu punya orang-orang yang kita gandeng dan walking hand in hand melewatin itu semua bareng-bareng. Hihi cheesy abis ya gue :'3

Saya sayang kalian :)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kenapa saya tidak boleh merasakan apa yang saya rasa Kenapa saya harus bungkam ketika kata memaksa untuk mengalir Kenapa saya harus memiliki keberterimaan yang tidak pernah mampir Kenapa saya harus ada ketika ingin tiada Kenapa saya Harus Kenapa

Svo Hljótt (So Quiet)

Bahasa kesunyian, interpretasi rasa menjadi bahasa tanpa rambatan frekuensi gelombang suara. Meskipun hingar bingar dan kegegapgempitaan kota yang setia melatari kita, tapi lewat itu perasaan kita beresonansi, lewat kesederhanaan yang ditimbulkan sepi. Karena tak perlu kata, ketika kita saling menatap, dan ada janji yang mengikat dari percikan cahaya matamu. Tak usah juga lampu warna-warni yang menyirami jiwa kita dengan segudang omong kosong tentang masa depan dan kefuturistikan yang banal, ketika cahaya-cahaya monokromatik menyelimuti kita dengan kesederhanaan dan kedamaian tanpa sedu-sedan. Kamu bernyanyi pada satu purnama, membawakan kesunyian dengan begitu khidmat, yang bukannya sepi yang mencekik -tapi sepi yang tertuang harapan, yang seakan berbisik kepada hati. Kemudian ketika pada akhirnya nanti kita terjebak pada gonggongan dan ratapan yang disuguhkan realita, kamu berpesan, agar selalu mendengarkan pesan yang dilantunkan kesunyian. (Svo Hljótt adalah judul lagu Si...
Siang ini saya membuang memori saya keluar jendela. Dibalik tembok kamar saya ini tidak ada tempat sampah maupun pemulung yang mau repot-repot membawa pergi, menanggung beban yang saya harap saya sendiri mampu memikul. Jadi begitulah, dibalik jendela berukuran sedang yang jernih ini, saya masih bisa melihat serpihan masa lalu maupun angan-angan yang saya bangun setengah mati itu, tergeletak begitu saja, menjadikannya memori-memori baru tentang memori itu sendiri. Jendela ini seakan seperti kaca yang membatasi objek museum, bedanya memori itu entah kenapa tidak mau berjejer rapi dan memilih berjubel, seakan tidak mau dipisahkan satu sama lainnya. Saya bisa saja menutup jendela saya dengan tirai, tapi lagi, saya akan tetap tau mereka menunggui saya di sana. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Love Like a Sunset, Pt.II - Phoenix (Day 2 - Song with number on the title)

Salah satu lagu favorit gue sepanjang masa! Lagunya ngga sampe 2 menit karena lanjutan dari Love Like a Sunset, Pt.I yang lebih panjang. Ini kalo dibawain live kedua lagu tersebut indahnya ga karuan. Lebih suka part kedua karena membawakan emosi kelemahan gue, yang adalah acceptance . Musiknya melankolis dengan tetap terasa hopeful dan ga menye-menye. Pesannya juga sangat indah dan efektif disampikan dalam 1 menit 46 detik tersebut: [Verse 1] Acres A visible horizon Right where it starts and ends Oh, when did we start the end? [Verse 2] Acres A visible illusion Oh, where it starts, it ends Love like a sunset Di verse pertama, sunset diceritakan sebagai awal dari suatu akhir; alias lah kok tiba-tiba udah mau selesai hubungan ini?! Kemudian di verse kedua langsung masuk ke fase berterima, bahwa hal yang dimulai pasti akan berakhir juga. Bagi gue lagunya menggambarkan relationship / perasaan yang indah banget tapi cuma sebentar -dan masih indah until the very end. Jadi inget pernah dapet...

(Another) Year End Post

"Don't cry because it's over, smile because it happened." Bleh. That's probably one of the most over-tweeted cliche-teenage-phrase that I've ever read. Terlalu optimis kadang malah bikin segalanya terdengar lebih pathetic, be true sedikit lah, lo mau tersenyum atas berakhirnya hidup seseorang karena, "yaa untung lah dia pernah idup :)"? Oke terlalu ekstrim, but you got the point. 'Tho, too pesimistic isn't a good thing either. Solusinya? Ada yang bilang jangan selalu melihat ke belakang, tapi tetap aja -mengutip Sarah Deshita lewat omnibus Memoritmo-  what kind of heart doesn't look back ? That's super true. But in my own case people wud say to me, "what kind of person always looks back?!" Hahaha. Berhubung udah tanggal 30, just like what I always did, I decided to post some recount about what had been going on this past 11 months. Karena di akhir adalah waktu paling lazim dan normal untuk melihat ke belakang (alibi). T...

Triple Local Heroes

WHAT IS UP PEOPLE Beneran nanya. Akhir-akhir ini satu-satunya yang gue kenal lebih baik adalah langit-langit kamar gue. Tiap hari cuma tidur, solat, mandi, buka puasa, refresh timeline, refresh path, ngalor-ngidul di youtube, discovering bandcamp, BIRP, liat langit-langit, tua di jalan gara-gara macet parah tiap memenuhi undangan bukber, dan mengosongi dompet dengan acara bukber yang lama-lama harusnya namanya diganti "raping your own wallet in ramadhan bersama". Welcome to my miserable jomblo  life. Dan setai apapun rutinitas not-so-called liburan panjang ini, gue lebih baik tetap menatap langit-langit kamar sambil dengerin playlist menye-menye dan berharap waktu melambat daripada hidup gue di fastforward ke...The Day. It's H-16 to completely living on my own peeps wuddup! "Nggak posting tentang ketakutan H-16 tisy?" Ada waktunya kawan, ada waktunya. Jadi kalo males banget liat curhatan rutin gue tentang kehidupan, sebaiknya jangan buka blog gue dalam satu m...

That WTF Post

Besok travel paling pagi but now my eyes just won't close. I'm sleepy but not-so-sleepy to sleep and, as always, there's too many thoughts weighing my shoulder. I'm in a big crisis of trusting people. Lame. It's like my own life is bailing on me since I moved to Bandung... Nothing goes my way and people just won't stop jerking out. I know it all started from those broken promises back at my very first day in Bandung, then I learn to stop giving a fuck about it and start building trusts and hopes to new people and new life--but then it brought me here; to the even lower point of having faith on everything except God. I just want some normal life where I don't have to be surrounded with bunch of audhsjfnsdjgrjr. I'm tired, okay. I'm so furious I don't know where to invest this anger I just feel like Ii'm going to burst into tears but then it'll be too weird GAHHH WTF WORLD. This world is full of bullshit. And your shit. And yours and...

Somebody that I used to know?

God I can't imagine I just titled my blog post with that Gotye's punchline like some insecure adolescent on twitter that refers to their ex or sumthin. I don't even have an ex nor boyf. Okay so that's the difference. I can't believe myself that cliché phrase is somehow meant a thing to me. -_- Senin dua minggu lalu -jangan tanya kenapa gue sampe inget waktunya- abis capek-capek kejebak macet pulang dari inten dan buka di jalan, pas makan malem, kayak biasa keluarga gue yang cerewet ngobrol terusss. Dan seperti biasa juga topik nggak jauh-jauh dari temen-temen gue / kakak gue. Yang gak biasa? Hari itu nyokap nanyain sesuatu tentang temen lama, yang -for heaven's sake- gue gatau kabarnya sama sekali sekarang. Gue bete, karena pertanyaan nyokap simpel dan general, tapi gue nggak bisa jawab selain ngomong "tau deh." Kayak semacam abg labil gue minggat dari meja makan secara smooth, nggak lari dengan dramatis (padahal ga ada yang peduli juga tis). Abis so...

Album Reviews [Combo Pack]

I'm back on the deck, hurrah! I'm so missing myself writing a proper readable post, the less-curhat less-sok-poetic post, even 'tho I'm not sure people are even into my music shits...but it feels good to be back on the deck!(?) These are my reviews of not-so-new-released albums that I listen to (not so) recently, ujian and college stuffs really took that much of my time-_- I wish I can come out with fresh recommendations but this is just all I have, here it goes, enjoy! The Temper Trap -  Acoustic Sessions EP Sepertinya The Temper Trap berhasil menemukan formula untuk menelurkan album yang flawless dan sangat pas: make it an EP (nggak sesimpel single dan nggak sepanjang LP) consists of six acoustic version of their best songs, here's when things couldn't go wrong. Sewaktu jaman intensif Inten, kerjaan gue kalo di rumah emang suka curi-curi waktu buat hal nggak penting yang bahkan di waktu luang aja nggak pernah gue lakuin, kayak randomly buka iTunes dan me...

Bandcamp Discoveries

 Just discovered some awesome new music on bandcamp's discover tab, check it out! Dances by Larrapin No Wonder I (single) by LAKE Grapell by Grapell Arbor Lights by Arbor Lights In The Future by Architecture in Helsinki Strange Range by The City and Horses Desire (願う) - R E M I X E S by spazzkid Nothing Lasts Long EP by Painted Palms