Skip to main content

Keberterimaan

Keberterimaan is such an underrated word.

Setiap ada yang curhat hal-hal cukup pelik yang belum ada solusi duniawinya, gue sering banget ngomong, "you gotta embrace the emotions" atau "lo harus bisa berterima aja", yang most of the time  malah dinyinyirin atau dinyolotin karena kedengerannya super klise dan "yaelah gampang banget lau ngomong". Things are easier said than done, that's for sure -but that doesn't make it less true.

Setidaknya buat gue.

Ketika semesta menghujani lo dengan berbagai tonjokkan bertubi-tubi, ketika secara emosyenel maupun fisikel lo semua diserang, ketika lo ngerasa hidup lo nggak mungkin bisa lebih sucks lagi tapi dibuktikan bahwa masih ada lagi state-state lebih rendah di hidup ini, ketika lo ngerasa lo kayak lagi dikutuk sampe berasumsi bahwa di hidup sebelumnya mungkin lo adalah seorang diktator berdarah dingin yang menyiksa kehidupan masyarakat, ketika rasanya kayak hidup di living hell, di titik itu pilihan lo cuma dua: marah atau berterima. Sebagai orang yang penuh resentment di dunia ini, tentunya reaksi pertama gue dengan ini semua adalah marah -semarahmarahnya. Lebih tainya lagi, kemarahan gue mostly adalah untuk diri gue sendiri, in which gue melakukan torture terhadap diri gue sendri yang mana sudah sangat emotionally tortured, yang sadar nggak sadar malah mengantarkan gue ke titik yang lebih rendah lagi di hidup ini.

Untungnya gue orangnya mudah lelah, jadi setelah menyalahkan diri gue sendiri terhadap semua ketaian dunia, lalu menyalahkan pribadi jahat w di kehidupan sebelumnya, lalu menyalahkan orang lain yang mungkin sedikit banyak berkontribusi terhadap ketaian ini, lalu marah sama segala earthly event yang ada, dan kemarahan-kemarahan lainnya, akhirnya gue capek. It is really tiresome to be angry and sad all the time, jiwa gue rasanya kayak diserap, tiba-tiba gue tau rasanya jiwa disedot sama dementor, gue yakin rasanya kurang lebih kayak gini. Respon pertama gue setelah gue capek dan ngerasa can't take it anymore, gue memaafkan diri gue sendiri dulu. Ada jutaan alasan kenapa gue benci banget sama diri sendiri, dan tiba-tiba it hits me kalo sepertinya orang yang paling benci sama gue adalah diri gue sendiri, yang mana secara logika rasanya kok nggak bener, plus kalo bener happiness is a state of mind gimana gue mau bahagia dengan logika kayak gini?

I forgive myself. I forgive people. I forgive life.

And that's where I learn to accept -and moving on for better things. Gue berterima bahwa I can't do anything much in this current state, other than to put my life back together and be okay. Cari kebahagiaan dari dalam diri sendiri, karena lo nggak bisa terus menggantungkan kebahagiaan lo di orang lain, karena ketika lo hit rock bottom ternyata nggak ada yang bener-bener selalu ada buat lo. Berterima dan berdamai sama diri sendiri, take a good deep breath, cuma diri lo sendiri yang tau apa yang bener-bener lo butuhin -dan iterasi terus sampe jawabannya bukan seputaran kehadiran orang lain, mungkin sesimpel good coffee, comfort food, atau good movie -things that you can control. Pray, communicate with The Higher Power and have faith that there're better plans for you. 

Apa dengan berterima hidup lo otomatis lebih baik? Hell no. Tapi menurut gue, dengan berterima jadi lebih banyak kesempatan buat lo membenahi hidup lo, meskipun nggak serta merta langsung ada banyak opportunity  di depan lo. One thing for sure, cara pandang lo terhadap dunia jadi berubah, dari lo ngerasa segala hal yang ditawarkan dunia buat lo tinggal tai -lo jadi sadar kalo there's much more in life than that narrow shallow point of view. Secara emosyenel juga at the very least, lo bisa menyimpan energi yang selama ini lo habiskan buat kemarahan-kemarahan lo, buat those fucking unnecessary tantrums, yang I swear to God bener-bener bikin melelahkan banget (kalo ada sejarahnya orang bisa mati karena emotions, kemaren mungkin gue udah beneran mokat).

Always remember that you deserved to be happy. Dan gue berharap state keberterimaan gue ini nggak cuma numpang lewat, semoga ketika gue mulai breakdown lagi gue bakal inget buat revisiting tulisan ini, dan semoga until then sensasinya masih sama.

For my future self: I really wish that you could find happiness in every situation, and that there aren't any points that're lower than February-March 2018 in your life.

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa saya tidak boleh merasakan apa yang saya rasa Kenapa saya harus bungkam ketika kata memaksa untuk mengalir Kenapa saya harus memiliki keberterimaan yang tidak pernah mampir Kenapa saya harus ada ketika ingin tiada Kenapa saya Harus Kenapa

Svo Hljótt (So Quiet)

Bahasa kesunyian, interpretasi rasa menjadi bahasa tanpa rambatan frekuensi gelombang suara. Meskipun hingar bingar dan kegegapgempitaan kota yang setia melatari kita, tapi lewat itu perasaan kita beresonansi, lewat kesederhanaan yang ditimbulkan sepi. Karena tak perlu kata, ketika kita saling menatap, dan ada janji yang mengikat dari percikan cahaya matamu. Tak usah juga lampu warna-warni yang menyirami jiwa kita dengan segudang omong kosong tentang masa depan dan kefuturistikan yang banal, ketika cahaya-cahaya monokromatik menyelimuti kita dengan kesederhanaan dan kedamaian tanpa sedu-sedan. Kamu bernyanyi pada satu purnama, membawakan kesunyian dengan begitu khidmat, yang bukannya sepi yang mencekik -tapi sepi yang tertuang harapan, yang seakan berbisik kepada hati. Kemudian ketika pada akhirnya nanti kita terjebak pada gonggongan dan ratapan yang disuguhkan realita, kamu berpesan, agar selalu mendengarkan pesan yang dilantunkan kesunyian. (Svo Hljótt adalah judul lagu Si...
Siang ini saya membuang memori saya keluar jendela. Dibalik tembok kamar saya ini tidak ada tempat sampah maupun pemulung yang mau repot-repot membawa pergi, menanggung beban yang saya harap saya sendiri mampu memikul. Jadi begitulah, dibalik jendela berukuran sedang yang jernih ini, saya masih bisa melihat serpihan masa lalu maupun angan-angan yang saya bangun setengah mati itu, tergeletak begitu saja, menjadikannya memori-memori baru tentang memori itu sendiri. Jendela ini seakan seperti kaca yang membatasi objek museum, bedanya memori itu entah kenapa tidak mau berjejer rapi dan memilih berjubel, seakan tidak mau dipisahkan satu sama lainnya. Saya bisa saja menutup jendela saya dengan tirai, tapi lagi, saya akan tetap tau mereka menunggui saya di sana. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Love Like a Sunset, Pt.II - Phoenix (Day 2 - Song with number on the title)

Salah satu lagu favorit gue sepanjang masa! Lagunya ngga sampe 2 menit karena lanjutan dari Love Like a Sunset, Pt.I yang lebih panjang. Ini kalo dibawain live kedua lagu tersebut indahnya ga karuan. Lebih suka part kedua karena membawakan emosi kelemahan gue, yang adalah acceptance . Musiknya melankolis dengan tetap terasa hopeful dan ga menye-menye. Pesannya juga sangat indah dan efektif disampikan dalam 1 menit 46 detik tersebut: [Verse 1] Acres A visible horizon Right where it starts and ends Oh, when did we start the end? [Verse 2] Acres A visible illusion Oh, where it starts, it ends Love like a sunset Di verse pertama, sunset diceritakan sebagai awal dari suatu akhir; alias lah kok tiba-tiba udah mau selesai hubungan ini?! Kemudian di verse kedua langsung masuk ke fase berterima, bahwa hal yang dimulai pasti akan berakhir juga. Bagi gue lagunya menggambarkan relationship / perasaan yang indah banget tapi cuma sebentar -dan masih indah until the very end. Jadi inget pernah dapet...

(Another) Year End Post

"Don't cry because it's over, smile because it happened." Bleh. That's probably one of the most over-tweeted cliche-teenage-phrase that I've ever read. Terlalu optimis kadang malah bikin segalanya terdengar lebih pathetic, be true sedikit lah, lo mau tersenyum atas berakhirnya hidup seseorang karena, "yaa untung lah dia pernah idup :)"? Oke terlalu ekstrim, but you got the point. 'Tho, too pesimistic isn't a good thing either. Solusinya? Ada yang bilang jangan selalu melihat ke belakang, tapi tetap aja -mengutip Sarah Deshita lewat omnibus Memoritmo-  what kind of heart doesn't look back ? That's super true. But in my own case people wud say to me, "what kind of person always looks back?!" Hahaha. Berhubung udah tanggal 30, just like what I always did, I decided to post some recount about what had been going on this past 11 months. Karena di akhir adalah waktu paling lazim dan normal untuk melihat ke belakang (alibi). T...

Triple Local Heroes

WHAT IS UP PEOPLE Beneran nanya. Akhir-akhir ini satu-satunya yang gue kenal lebih baik adalah langit-langit kamar gue. Tiap hari cuma tidur, solat, mandi, buka puasa, refresh timeline, refresh path, ngalor-ngidul di youtube, discovering bandcamp, BIRP, liat langit-langit, tua di jalan gara-gara macet parah tiap memenuhi undangan bukber, dan mengosongi dompet dengan acara bukber yang lama-lama harusnya namanya diganti "raping your own wallet in ramadhan bersama". Welcome to my miserable jomblo  life. Dan setai apapun rutinitas not-so-called liburan panjang ini, gue lebih baik tetap menatap langit-langit kamar sambil dengerin playlist menye-menye dan berharap waktu melambat daripada hidup gue di fastforward ke...The Day. It's H-16 to completely living on my own peeps wuddup! "Nggak posting tentang ketakutan H-16 tisy?" Ada waktunya kawan, ada waktunya. Jadi kalo males banget liat curhatan rutin gue tentang kehidupan, sebaiknya jangan buka blog gue dalam satu m...

That WTF Post

Besok travel paling pagi but now my eyes just won't close. I'm sleepy but not-so-sleepy to sleep and, as always, there's too many thoughts weighing my shoulder. I'm in a big crisis of trusting people. Lame. It's like my own life is bailing on me since I moved to Bandung... Nothing goes my way and people just won't stop jerking out. I know it all started from those broken promises back at my very first day in Bandung, then I learn to stop giving a fuck about it and start building trusts and hopes to new people and new life--but then it brought me here; to the even lower point of having faith on everything except God. I just want some normal life where I don't have to be surrounded with bunch of audhsjfnsdjgrjr. I'm tired, okay. I'm so furious I don't know where to invest this anger I just feel like Ii'm going to burst into tears but then it'll be too weird GAHHH WTF WORLD. This world is full of bullshit. And your shit. And yours and...

Somebody that I used to know?

God I can't imagine I just titled my blog post with that Gotye's punchline like some insecure adolescent on twitter that refers to their ex or sumthin. I don't even have an ex nor boyf. Okay so that's the difference. I can't believe myself that cliché phrase is somehow meant a thing to me. -_- Senin dua minggu lalu -jangan tanya kenapa gue sampe inget waktunya- abis capek-capek kejebak macet pulang dari inten dan buka di jalan, pas makan malem, kayak biasa keluarga gue yang cerewet ngobrol terusss. Dan seperti biasa juga topik nggak jauh-jauh dari temen-temen gue / kakak gue. Yang gak biasa? Hari itu nyokap nanyain sesuatu tentang temen lama, yang -for heaven's sake- gue gatau kabarnya sama sekali sekarang. Gue bete, karena pertanyaan nyokap simpel dan general, tapi gue nggak bisa jawab selain ngomong "tau deh." Kayak semacam abg labil gue minggat dari meja makan secara smooth, nggak lari dengan dramatis (padahal ga ada yang peduli juga tis). Abis so...

Album Reviews [Combo Pack]

I'm back on the deck, hurrah! I'm so missing myself writing a proper readable post, the less-curhat less-sok-poetic post, even 'tho I'm not sure people are even into my music shits...but it feels good to be back on the deck!(?) These are my reviews of not-so-new-released albums that I listen to (not so) recently, ujian and college stuffs really took that much of my time-_- I wish I can come out with fresh recommendations but this is just all I have, here it goes, enjoy! The Temper Trap -  Acoustic Sessions EP Sepertinya The Temper Trap berhasil menemukan formula untuk menelurkan album yang flawless dan sangat pas: make it an EP (nggak sesimpel single dan nggak sepanjang LP) consists of six acoustic version of their best songs, here's when things couldn't go wrong. Sewaktu jaman intensif Inten, kerjaan gue kalo di rumah emang suka curi-curi waktu buat hal nggak penting yang bahkan di waktu luang aja nggak pernah gue lakuin, kayak randomly buka iTunes dan me...

Bandcamp Discoveries

 Just discovered some awesome new music on bandcamp's discover tab, check it out! Dances by Larrapin No Wonder I (single) by LAKE Grapell by Grapell Arbor Lights by Arbor Lights In The Future by Architecture in Helsinki Strange Range by The City and Horses Desire (願う) - R E M I X E S by spazzkid Nothing Lasts Long EP by Painted Palms